Rabu, 16 November 2016

perempuan wakil talak

PEMBAHASAN
PEREMPUAN WAKIL TALAK

A.  Pendapat Fuqoha’ Tentang Talak Yang Diwakilkan Kepada Perempuan.
Talak itu sendiri sebenarnya merupakan sesuatu yang diperbolehkan untuk diwakilkan karena telah memenuhi dua unsur syarat sebagai muwakal fiqih. Pertama talak dimiliki oleh pihak yang memberikan kuasa yaitu suami yang berhak menjatuhkan talak kepada istrinya. Kedua talak ini memungkinkan untuk dikuasakan kepada orang lain sebagai wakil dari yang memberi kuasa, ini disebabkan talak bukan ibadah yang harus dilakukan orang secara pribadi.

Wakalah dalam talak ini dianggap sah sebagaimana disahkan juga wakalah lain dalam muamalah seperti jual-beli, hibah, nikah, dsb.An-Nawawi mengatakan tentang sahnya tawkil kepada seorang perempuan untuk menjatuhkan talak kepada seorang istri. Hal ini disamakan dengan sahnya menyerahkan talak kepadaseorang perempuan untuk menjatuhkan talak kepada dirinya sendiri.
Talak yang diwakilkan kepada istri sesungguhnya tidak termasuk mewakilkan kecuali suami mengatakan kepada wakil tersebut dengan jelas.Karena talak kepada istri itu wakil harus mengetahui dengan tawkil yang khusus dengan berkata: “aku wakilkan kepadamu untuk menjatuhkan talakkepada istriku fulanah” atau memberikan isyarat kepadanya seperti berkata:“aku wakilkan kepadamu untuk menjatuhkan talak kepada istriku ini”
Madzhab Malikiyah mengatakan :
            suami yang memberikan kuasa kepada seseorang untuk menjatuhkan talak kepada istrinya itu diperbolehkan, baik wakil itu adalah istrinya sendiri ataupun orang lain.
Dalam hal ini madzhab malikiyah memberikan pendapatnya karenamemandang bahwa wakalah dalam hal talak ini diperbolehkan, baik yang menjadi wakil adalah istrinya sendiri atau orang lain.
Madzhab Hanafiyah yang mengartikan tawkil dalam talak adalah
            pemberian kuasa dari seorang suami kepada orang lain untuk bertindak atas nama dia dalam menjatuhkan tala kepada istrinya. Pelimpahan kuasa itu bisa diberikan kepada istrinya sendiri atau orang lain.
Madzhab Hanabilah mengatakan bahwa :
siapa yang dianggap sah talaknya, maka sah pulamewakilkannya kepada orang lain. Adapun jika suami itumemilih perempuan untuk diberi kuasa untuk bertindak sebagaiwakil dalam menjatuhkan talak, pemberian kuasa dianggap sah.
Madzhab Syafi’iyah memberikan keterangan bahwa :
syarat wakil yang diberi kuasa. Sebagaimana disyaratkan untuk orang yang memberikan kuasa yaitu dengan melihat sisi dimana ia berhak melakukan untuk dirinya sendiri sesuatu yang ingin ia wakilkan kepada orang lain. Syarat itu juga berlaku pada wakil yang diberikan kuasa yaitu dia termasuk orang yangberhak melakukan untuk dirinya sendiri sesuatu yang ingin diwakilkankepadanya dari orang lain.
Pendapat Ibnu Qudamah Tentang Diperbolehkannya Seorang wanita menjadi wakil talak
Perempuan Menjadi Wakil
Hak untuk menjatuhkan talak melekat pada orang yang menikahinya.Apabila hak menikahi orang perempuan untuk dijadikan sebagai isteri, makayang berhak menjatuhkan talak adalah orang laki-laki yang menikahinya.

Dalam surat Al-Ahzab ayat 49 dijelaskan:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekalisekali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya.Maka berilah mereka mut‟ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara sebaik -baiknya.”(Q.S. Al-ahzab: 49)
Talak itu sendiri sebenarnya merupakan sesuatu yang diperbolehkan untuk diwakilkan karena telah memenuhi dua unsur syarat sebagai muwakal fih.
Pertama talak dimiliki oleh  pihak yang memberikan kuasa yaitu suami yang berhak menjatuhkan talak kepada istrinya.Kedua talak ini memungkinkan untuk dikuasakan kepada orang lain sebagai wakil dari yang memberi kuasa, ini disebabkan talak bukan ibadah yang harus dilakukan orang secara pribadi1. Wakalah dalam talak ini dianggap sah sebagaimana disahkan juga wakalah lain dalam muamalah seperti jual-beli, hibah, nikah,dsb.
Menyikapi terkait keterwakilan seorang perempuan dalam hal talak,
Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni berpendapat bahwa :
 “Ketika seorang laki-laki mewakilkan talaknya kepada seorang perempuan maka sah perwakilnya, karena sesungguhnya seorangperempuan itu sah menjadi wakil dalam memerdekakan budak, makasah pula seorang perempuan menjadi wakil dalam hal talak sepertitalaknya seorang laki-laki.
Diperkuat dengan pendapatnya Madzhab Hanabilah yang dikutip olehWahbah Zuhaili dalam kitabnya al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu menjelaskan sebagai berikut:
Bahwa siapa yang dianggap sah talaknya, maka sah pulamewakilkannya kepada orang lain. Adapun jika suami itu memilihperempuan untuk diberi kuasa untuk bertindak sebagai wakil dalammenjatuhkan talak, pemberian kuasa dianggap sah.
Landasan Hukum Ibnu Qudamah Tentang Diperbolehkannya Seorang Perempuan  Menjadi Wakil Talak.
Ibnu Qudamah berpendapat bahwa ketika seseorang mewakilkan talaknya kepada seseorang yang sah dijadikan wakil maka sah talaknya.Karena hal tersebut seperti menghilangkan kepemilikan, maka sah wakil tersebut seperti memerdekakan budak.
Adapun landasan hukum tentang kebolehan pemberian kuasa wakalah ini dapat dilihat dalam :
a. Al qur’an
Salah satu dasar Ibnu Qudamah tentang dibolehkannya wakalah adalah firman Allah SWT berkenaan dengan Ashabul Kahfi (penduduk gua) yang disuruh oleh kawan-kawannya untuk membeli makanan dan utusan tersebut wakil dari mereka.
Dasar hukum al wakalah adalah firman Allah SWT
Maka suruhlah salah seorang diantara kamu pergi ke kotadengan membawa uang perakmu ini. (Q.S. al kahfi : 19).
b. Hadits
Selain al Qur’an, dalam kaitan ini Ibnu Qudamah pun jugamenggunakan hadist ini sebagai landasan keabsahan wakalah.
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya : Dari Jabir r.a berkata : Aku keluar pergi ke khaibar, laluaku datang kepada rasulullah SAW. Maka beliau bersabda,“bila engkau datang pada wakilku di khaibar, maka ambillah darinya 15 wasaq” (H.R. Abu Dawud)
Para ulama pun bersepakat dengan ijma’ atas dibolehannya wakalah. Mereka bahkan cenderung ada yang mensunahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut jenis ta‟awun/tolong menolong atas dasar kebaikan dan  taqwa. Sebagaimana Allah berfirman:
 “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam (menghubungkan) furu‟ kepada ashal dalam hukum karena ada hal yang sama (yang menyatukan) antara keduanya.Ulama ushul fiqh memberikan definisi yang berbeda-bedabergantung pada pandangan mereka terhadap kedudukan qiyas dalamistinbath hukum. Dalam hal ini mereka terbagi dalam dua golonganberikut ini.
Golongan pertama, menyatakan bahwa qiyas merupakan ciptaan manusia, yakni pandangan mujtahid. Sebaliknya, menurut golongan kedua, qiyas merupakan ciptaan syari‟, yakni merupakandalil hukum yang berdiri sendiri atau merupakan hujjat ilahiyah yangdibuat syari‟ sebagai alat untuk mengetahui suatu hukum.
Jadi, qiyas menurut istilah ahli ilmu ushul fiqh adalah mempersamakan suatu kasus yang tidak ada nash hukumnya dengansuatu kasus yang ada nash hukumnya, dalam hukum yang ada nashnya, karena persamaan kedua itu dalam illat hukumnyaImam Ibnu Qudamah berpendapat seperti diatas karena beliaumengqiyaskan wakil talak dengan memerdekakan budak, dikarenakanada kesamaan kausa ( illat ) yakni kedua-duanya sama-samamenghilangkan kepemilikan
Dalam qiyas terdapat empat rukun yang harus dipenuhi oleh fuqoha‟ untuk berijtihad supaya terdapat sebuah kepastian hukum, yaitu : al-Ashlu,al-Far‟u, hukum Ashl dan al-Illat.
Pertama, al-Ashlu ini adalah sesuatu yang ada nash hukumnya. IbnuQudamah berpendapat tentang wakil talak perempuan ini memang disamakan dengan wakil perempuan dalam hal memerdekakan budak. Akantetapi beliau dalam nash hukumnya tidak secara sepesifik menggunakan nash wakil perempuan dalam hal memerdekakan budak.Beliau lebih menggunakan konsep wakalah secara umum tanpa melihat setatus wakilnya laki-laki ataupun perempuan.

Kedua, al-Far‟u adalah sesuatu yang tidak ada nash hukumnya.Seperti dalam penjelasan diatas bahwa wakil talak perempuan ini tidakterdapat nash hukumnya baik al-qur’an ataupun hadis, maka wakil talak perempuan ini disamakan dengan wakil perempuan dalam hal memerdekakan budak.
Ketiga, hukum Ashl adalah hukum syara’ yang ada nashnya pada al-Ashl (pokoknya). Pada dasarnya siapa saja boleh melakukan wakalah tanpamelihat setatusnya baik dari pemberi kuasa atau penerima kuasa. Dalamwakalah siapa yang dianggap sah dijadikan wakil, maka sah juga sesuatuyang dikuasakan kepadanya.Ketika seorang perempuan boleh dijadikanwakil dalam hal memerdekakan budak, maka dia juga boleh dijadikansebagai wakil talak

Keempat, Illat adalah suatu sifat yang dijadikan dasar untuk membentuk hukum pokok dan berdasarkan adanya keberadaan sifat itu pada cabang (far‟), maka ia disamakan dengan pokoknya dari segi hukunya. Illat yang terdapat dalam permasalahan ini adalah sama-sama menghilangkan kepemilikan.sah perwakilannya. Karena sesungguhnya seorang perempuan itu sah menjadi wakil dalam memerdekakan budak, makasah pula seorang perempuan itu menjadi wakil dalam hal talak sepertitalaknya seorang laki-laki 

1 komentar:

  1. vr-channel - vr-channel - Vr-channel - Vr-channel - vr-channel - Vr-channel - vr-channel - Vr-channel - Vr-channel.cc
    vr-channel.cc.vr-channel.cc.vr-channel.org.vr-channel.org.vr-channel.org.vr-channel.org.vr-channel.org.vr-channel.org.vr-channel.org.vr-channel.org.vr.channel.org.vr-channel.org.vr.channel.org. youtube to mp3 cc

    BalasHapus