Minggu, 11 Juni 2017

makalah fiqih bab haji

BAB HAJI
SYARAT, RUKUN, WAJIB, DAN MACAM- MACAM HAJI
     Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
“ STUDY FIQIH ”
stain-ponorogo

DosenPengampu;
ISNATIN ULFAH, M.H.I
DisusunOleh,
KHUSNUL KHOTIMAH
                                                         210314310
                                                             TB/I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
STAIN PONOROGO
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang masalah
Haji merupakan rukun Islam yang kelima yang diwajibkan bagi seorang Muslim sekali sepanjang hidupnya bagi yang mampu melaksanakanya, Setiap perbuatan dalam ibadah haji sebenarnya mengandung rahasia, contoh seperti ihrom sebagai upacara pertama maksudnya adalah bahwa manusia harus melepaskan diri dari hawa nafsu dan hanya mengahadap diri kepada Allah Yang Maha Agung. Memperteguh iman dan takwa kepada allah SWT karena dalam ibadah tersebut diliputi dengan penuh kekhusyu'an, ibadah haji menambahkan jiwa tauhid yang tinggi.
Umat islam belum banyak yang tahu tentang Rukun – rukun dan tata cara pelaksanaan ibadah haji. Maka dalam makalah ini kita akan membahas tentang Rukun – rukun dan tata cara pelaksanaan ibadah haji dengan baik dan benar, karena ibadah haji termasuk Rukun islam.

B.  RumusanMasalah
1.    Apakah Pengertian ibadah haji ?
2.    Apakah Syarat, Rukun, dan wajib, serta macam – macam haji menurut
     pandangan para Ulama ?

C.  Tujuan
1.    Mengetahui Pengertian ibadah haji.
2.    Mengetahui Syarat, rukun, dan wajib, serta macam – macam haji menurut
      pandangan para Ulama.




BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Haji
Menurut bahasa (etimologi) berarti al- qashd, yaitu menyengaja atau niat( al-niyyat) Al-Ragib al-asfahani, dalam mu’jam mufradat Alfad Al- Qur’an mengemukakan bahwa asal makna haji ialah sengaja berziarah (al-qasdh li al- ziyarah).[1] Sedangkan menurut istilah (terminologi) berarti menyengaja menuju ke Ka’bah Baitullah untuk menunaikan aktifitas tertentu pada waktu tertentu. Hukum haji adalah  fardhu ‘ain, wajib bagi setiap muslim yang mampu, wajibnya sekali seumur hidup. Haji merupakan bagian dari rukun Islam. Mengenai wajibnya haji telah disebutkan dalam Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’ (kesepakatan para ulama).[2]
Allah berfirman, :

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imron: 97). [3]
                                            Para ulama berbeda pendapat dalam masalah haji wajib secara langsung begitu seseorang memiliki kemampuan ataukah boleh ditunda? Ulama mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali mereka berpandangan bahwa haji wajib secara langsung begitu seseorang memiliki kemampuan untuk pergi ke Baitullah berdasarkan firman Allah yang di atas. Konsekuensi logisnya, jika syarat- syarat wajib haji telah terpenuhi maka ia wajib menunaikannya tahun itu dan haram baginya menunda – nunda pelaksanaanya. Sedangkan menurut mazhab Syafi’i mereka berpendapat bahwa haji diwajibkan pelaksanaanya dengan kelonggaran waktu dan tidak langsung. Menurut mereka dalil yang di atas menunjukkan kewajiban haji haji secara mutlak, tanpa batasan waktu pelaksanaanya.

B.    SYARAT, RUKUN,DAN WAJIB, SERTA MACAM – MACAM HAJI  
     MENURUT PARA ULAMA’

1. Syarat- Syarat Melakukan Haji
Adapun syarat-syarat wajib melakukan ibadah haji adalah :
a) Islam
Beragama islam merupakan salah satu syarat wajib haji.menurut ijma’ seluruh ulama haji tidak wajib atas orang kafir, begitu juga orang murtad ( menurut mazhab Abu Hanifah, dan Malik ) tidak wajib melakukan ibadah haji meskipun ia mampu. Sedangkan menurut mazhab Syafi’i jika ia haji kemudian murtad lalu masuk islam lagi sementara ia mampu maka ia tetap tidak dikenai kewajiban haji.[4]

b) Baligh
Baligh merupakan syarat wajib dan izza’ ( mencukupi ) bukan syarat sah. Karena itu haji tidak wajib atas anak-anak kecil di bawah usia baligh. Sebagaimana diriwayatkan oleh nabi Muhammad SAW kalam dibebaskan dari mencatat atas anak kecil sampai ia menjadi baligh, orang tidur sampai ia bangun, dan orang yang gila sampai ia sembuh.

c) Berakal
Orang yang tidak berakal tidak wajib haji.

d) Merdeka
     Budak tidak wajib melakukan ibadah haji karena ia bertugas melakukan kewajiban yang dibebankan oleh tuannya. Padahal menunaikan ibadah haji memerlukan waktu. Nabi bersabda :
أَيُّمَا عَبْدٌ حَجَّ ثُمَّ أعْتِقَ فعَلَيْهِ حَجَّةٌ أخْرَى
Seorang hamba yang berhaji kemudian dimerdekaan,maka wajib atasnya haji sekali lagi.[5]

e) Mampu
Para ulama menafsirkan (Istitha’ah) : Kemampuan fisik untuk perjalanan menuju Mekkah dan mengerjakan kewajiban- kewajiban haji, memiliki cukup harta untuk keperluan makanan dan kendaraan serta, keamanan di dalam perjalanan.
Adapun Syarat wajib haji bagi perempuan, dalam pembahasan ini para ulama berbeda pendapat kewajiban seorang wanita menunaikan ibadah haji harus didampingi suami atau mahramnya ? Menurut imam Malik dan imam Syafi’i tidak harus. Seorang wanita boleh berhaji dengan teman terpercaya. Sedangakan menurut Abu Hanifah, imam Ahmad , dan beberapa ulama yang lain keberadaan mahram atau izinya merupakan syarat wajib. Silang pendapat beberapa ulama ini karena adanya pertentangan antara perintah haji dan larangan seorang wanita berpergian  selama tiga hari tanpa ditemani mahramnya.
Nabi SAW bersabda :
لاَ يَحِلُّ لإِمْرأَةٍ تُؤمِنُ بِا اللهِ و اليَومِ الآخر أنْ تُسَافِرَ إلاّ معَ ذِى محْرَمٍ
Tidak halal bagi seseorang wanita  yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berpergian, kecuali bersama mahram.[6]


 2. Rukun-rukun Ibadah Haji
Rukun haji dan umrah merupakan ketentuan-ketentuan/perbuatan-perbuatan yang wajib dikerjakan dalam ibadah haji apabila ditinggalkan, meskipun hanya salah satunya, ibadah haji itu tidak sah. rukun-rukun haji sebagai berikut :

a)    Ihram
Merupakan salah satu rukun haji menurut Imam Malik, Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbali. Sedangkan menurut mazhab Hanafi ihram hanya salah satu syarat sah pelaksanaan haji. Adapun dalil kewajibanya adalah keumuman sabda Nabi SAW :
“ Sesungguhnya segala perbuatan tergantung pada niat. ”

b)    Wukuf di Arafah

Yakni menetap di Arafah, setelah condongnya matahari (ke arah Barat) jatuh pada hari ke-9 bulan dzulhijjah sampai terbit fajar pada hari penyembelihan kurban yakni tanggal 10 dzulhijjah.
Para ulama berbeda pendapat mengenai wukuf orang yang tidak sadarkan diri ( al- mughma ‘alaih ) dan tidak kunjung sadar hingga keluar dari Arafah. Menurut pendapat Malik dan Abu Hanifah bahwa wukuf orang tersebut tetap sah dan mencukupi. Sebab wukuf tidak mengharuskan niat maupun suci. Sedangkan menurut Imam Syafi’I menyatakan tidak sah, sebab wukuf Arafah merupakan salah satu rukun haji.[7]

c)    Thawaf
Macam-macam Thawaf
- Thawaf Qudum : thawaf yang dilaksanakan saat baru tiba di Masjidil
Haram dari negerinya (thawaf sunnah).
- Thawaf Tamattu’ : thawaf yang dikerjakan untuk mencari keutamaan (thawaf sunnah)
- Thawaf Wada’ : thawaf yang dilaksanakan ketika akan meninggalkan
   Makkah menuju tempat tinggalnya ( wajib haji ).
- Thawaf Ifadhah (thawaf rukun) : thawaf yang dikerjakan setelah kembali dari wukuf di Arafah. Thawaf Ifadhah merupakan salah satu rukun dalam ibadah haji.[8]

d)     Sa’i
Menurut Imam Malik dan Syafi’I hukum Sa’i ialah Rukun. Jika tidak melakukan Sa’i harus menunaikan ibadah haji lagi tahun depan. Sedangkan menurut ulama- ulama Kufah hukum Sa’i ialah wajib ( jika ditinggalkan  wajib membayar dam).[9]
e)      Thallul ( mencukur rambut ).
f)       Tertib.

Sunnah haji sebagai berikut :
a)     Melakukan haji denganifrad
b)      Talbiyah
c)      Thawaf  al- Qudum
d)     Bermalam di Muzdlalifah dan Mina ( bagi yang menganggapnya bukan
      wajib ).
e)     Shalat Thawaf dua rakaat.[10]



3. Wajib Haji
  Wajib haji adalah ketentuan-ketentuan yang wajib dikerjakan dalam ibadah haji dan umrah tetapi jika tidak dikerjakan haji dan umrah tetap sah namun harus mambayar dam atau denda.
Adapun Wajib-wajib haji adalah
a.   Ihram dari miqat           
Miqat zamani (batas waktu)
           Adalah bulan syawal, Dzul Qa’dah, dan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.
Para ulama terpecah dalam tiga pendapat ;
 Abu Hanifah dan Ahmad berpendapat bahwa bulan – bulan hanya Syawal, Dzulqo’dah dan 10 hari Dzulhijjah, dengan masukan hari nahar ( tanggal 10 Dzulhijjah) kedalamnya
Menurut Imam Syafi’i bulan- bulan haji adalah Syawal, Dzulqo’dah, dan 9 hari pertama Dzulhijjah tanpa masukan hari nahar kedalamnya.
         Menurut Imam Malik bahwa bulan- bulan haji adalah ketiga bulan tersebut secara sempurna yang dianut oleh Umar bin Khattab.[11]

Miqat makany (batas yang berkaitan dengan tempat)
    Untuk dimulainya niat haji bagi hak orang yang bermukim (menetap) di negeri makkah, ialah kota makkah itu sendiri. Baik orang itu penduduk asli makkah, atau orang perantauan. Adapun bagi orang yang tidak menetap di negeri makkah, maka :
-       Orang yang (datang) dari arah kota Madinah as-syarifah, maka miqatnya
      ialah berada di (daerah) “Dzul Hulaifah”.
-      Orang yang (datang) dari arah negeri Syam (syiria), Mesir dan Maghribi,
     maka miqatnya ialah di (daerah) “Juhfah”.
-       Orang yang (datang) dari arah Thihamatil Yaman, maka miqatnya berada di
      daerah “Yulamlam”.
-      Orang yang (datang) dari arah daerah dataran tinggi Hijaz dan Najd, maka
     miqatnya ialah berada di bukit “Qaarn”.
-       Orang yang (datang) dari arah negeri Irak dan Khurasan, maka miqatnya
      berada di desa Dzatu Irq.


b.Melempar Jumrah
Wajib haji yang ketiga adalah melempar jumrah “Aqabah”, yang dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah, sesudah bermalam di Mudzalifah. Jumrah sendiri artinya bata kecil atau kerikil, yaitu kerikil yang dipergunakan untuk melempar tugu yang ada di daerah Mina. Tugu yang ada di Mina itu ada tiga buah, yang dikenal dengan nama jamratul’Aqabah, Al-Wustha, dan ash-Shughra (yang kecil). Ketiga tugu ini menandai tepat berdirinya ‘Ifrit (iblis) ketika menggoda nabi Ibrahim sewaktu akan melaksanakan perintah menyembeliih putra tersayangnya Ismail a.s. di jabal-qurban semata-mata karena mentaati perintah Allah SWT.
 Di antara ketiga tugu tersebut maka tugu jumratul ‘Aqabah atau sering juga disebut sebagai jumratul-kubra adalah tugu yang terbesar dan terpenting yang wajib untuk dilempari dengan tujuh buah kerikil pada tanggal 10 Dzulhijjah.

c. Mabit di Mudzalifah
Wajib haji yang ketiga adalah bermalam (mabit) di Mudzalifah pada malam tanggal 10 Dzulhijjah, sesudah menjalankan wuquf di Arafah.

d.Mabit di Mina
Wajib haji keempat adalah bermalam (mabid) di mina pada hari Tasyrik, yaitu pada tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah.

e.Thawaf Wada’
Thawaf Wada’ adalah thawaf yang dilaksanakan ketika akan meninggalkan Makkah menuju tempat tinggalnya. [12]

4. Macam – Macam Haji

a)    Ifrad
 adalah jika seseorang ingin melakukan ibadah haji dari miqat dan ihram   dengan niat haji saja.
b)   Tamattu’
adalah ihram dari miqat dengan niat umrah saja kemudian melakukan haji pada tahun yang bersamaan.
c)    Qiran
 adalah jika seseorang berihram dari miqat deengan niat haji dan umrah sekaligus, dan dalam talbiyah mengucapkan : labbaka bi hajj wal umrah.[13]














BAB III
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
·         Haji berarti menyengaja menuju ke Ka’bah Baitullah untuk menunaikan aktifitas tertentu pada waktu tertentu.semata-mata mencari ridho Allah.
·         Syarat-Syarat Melakukan Haji
a)      Islam
b)      Baligh (dewasa)
c)      Aqil (berakal sehat)
d)     Merdeka
e)      Mampu (Istitha’ah)
·         Rukun-rukun Ibadah Haji
a)      Ihram
b)      Wukuf di arafah
c)      Thawaf
d)     Sa’i
e)      Bercukur
f)       Tertib
·         Wajib Haji
a)      Ihram
b)      Mabit di Muzdhalifah
c)      Mabit di Mina
d)    Melontar Jumrah
e)      Thawaf Wada’
·         Macam – Macam Haji
a)    Ifrad
b)    Tamattu’
c)    Qiran



DAFTAR PUSTAKA


Ulfah, Isnatin. Fiqih Ibadah Menurut Al-Qur’an, Sunnah dan Tinjauan Berbagai Mazhab. Ponorogo: STAIN PO PRESS, 2009.
Azzam, Abdul Aziz Muhammad. Fiqih Ibadah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2002.
Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Jakarta Timur: Akbar Media, 2013.
Mulyaningsih, Indrya. Haji dan Umrah. Google.com, http://jungpasir27.blogspot.com/2013/10/makalah-mata-kuliah-fiqih-tentang-haji.html, diakses tanggal 8 desember 2014.
Bukhori, Muhammad. makalah haji, Google.com, http://madaniannida-kumpulanmakalahpaihaji.blogspot.com/2011/02/.html, diakses tanggal 8 desember 2014.




[1]IsnatinUlfah, FiqihIbadah: Menurut Al-Qur’an, Sunnah dan Tinjauan Berbagai Mazhab( Ponorogo: STAIN PO PRESS, 2009),  188.
[2]Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Ibadah,( Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2002 ), 481.
[3]Ibid,  483.
[4]Ibid,  49
[5]IsnatinUlfah, FiqihIbadah,  193.
[6]IbnuRusyd, Bidayatu Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid ( Jakarta Timur: Akbar Media, 2013) , 454.
[7]Abdul Aziz Muhammad Azzam, FiqihIbadah, hal 511.
[8]Indrya Mulyaningsih, Haji dan Umrah, Google.com, http://jungpasir27.blogspot.com/2013/10/makalah-mata-kuliah-fiqih-tentang-haji.html, diakses tanggal 8 desember 2014.
[9] La Tahzan, makalah haji, Google.com, http://madaniannida-kumpulanmakalahpaihaji.blogspot.com/2011/02/.html, diakses tanggal 8 desember 2014.
[10]Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah, hal 193.
[11]Abdul Aziz Muhammad Azzam, FiqihIbadah, 451.
[12]Ibid, 519.
[13]IbnuRusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, 457.