BAB HAJI
SYARAT, RUKUN, WAJIB, DAN MACAM- MACAM HAJI
Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu
tugas pada mata kuliah
“
STUDY FIQIH ”
DosenPengampu;
ISNATIN ULFAH, M.H.I
DisusunOleh,
KHUSNUL
KHOTIMAH
210314310
TB/I
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
STAIN PONOROGO
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah
Haji merupakan rukun Islam
yang kelima yang diwajibkan bagi seorang Muslim sekali sepanjang hidupnya bagi
yang mampu melaksanakanya, Setiap perbuatan dalam ibadah haji sebenarnya
mengandung rahasia, contoh seperti ihrom sebagai upacara pertama maksudnya
adalah bahwa manusia harus melepaskan diri dari hawa nafsu dan hanya mengahadap
diri kepada Allah Yang Maha Agung. Memperteguh iman dan takwa kepada allah SWT
karena dalam ibadah tersebut diliputi dengan penuh kekhusyu'an, ibadah haji
menambahkan jiwa tauhid yang tinggi.
Umat islam belum banyak yang tahu tentang Rukun
– rukun dan tata cara pelaksanaan ibadah haji. Maka dalam makalah ini kita akan
membahas tentang Rukun – rukun dan tata cara pelaksanaan ibadah haji dengan
baik dan benar, karena ibadah haji termasuk Rukun islam.
B. RumusanMasalah
1. Apakah Pengertian
ibadah haji ?
2. Apakah Syarat,
Rukun, dan wajib, serta macam – macam haji menurut
pandangan para Ulama ?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian
ibadah haji.
2. Mengetahui Syarat,
rukun, dan wajib, serta macam – macam haji menurut
pandangan para Ulama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Haji
Menurut bahasa (etimologi) berarti al- qashd, yaitu menyengaja atau niat(
al-niyyat) Al-Ragib al-asfahani, dalam mu’jam mufradat Alfad Al- Qur’an mengemukakan
bahwa asal makna haji ialah sengaja berziarah (al-qasdh li al- ziyarah).[1] Sedangkan menurut istilah (terminologi)
berarti menyengaja menuju ke Ka’bah Baitullah untuk menunaikan aktifitas tertentu
pada waktu tertentu. Hukum haji adalah fardhu ‘ain, wajib bagi setiap
muslim yang mampu, wajibnya sekali seumur hidup. Haji merupakan bagian dari rukun
Islam. Mengenai wajibnya haji telah disebutkan dalam Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’
(kesepakatan para ulama).[2]
Allah berfirman, :
وَلِلَّهِ عَلَى
النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ
فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
“Mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke
Baitullah. Barangsiapa mengingkari
(kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu)
dari semesta alam.” (QS. Ali Imron: 97). [3]
Para
ulama berbeda pendapat dalam masalah haji wajib secara langsung begitu seseorang
memiliki kemampuan ataukah boleh ditunda? Ulama mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali
mereka berpandangan bahwa haji wajib secara langsung begitu seseorang memiliki kemampuan
untuk pergi ke Baitullah berdasarkan firman Allah yang di atas. Konsekuensi logisnya,
jika syarat- syarat wajib haji telah terpenuhi maka ia wajib menunaikannya tahun
itu dan haram baginya menunda – nunda pelaksanaanya. Sedangkan menurut mazhab Syafi’i
mereka berpendapat bahwa haji diwajibkan pelaksanaanya dengan kelonggaran waktu
dan tidak langsung. Menurut mereka dalil yang di atas menunjukkan kewajiban
haji haji secara mutlak, tanpa batasan waktu pelaksanaanya.
B. SYARAT, RUKUN,DAN WAJIB, SERTA MACAM – MACAM
HAJI
MENURUT PARA ULAMA’
1. Syarat- Syarat Melakukan Haji
Adapun syarat-syarat wajib
melakukan ibadah haji adalah :
a) Islam
Beragama islam merupakan
salah satu syarat wajib haji.menurut ijma’ seluruh ulama haji tidak wajib atas
orang kafir, begitu juga orang murtad ( menurut mazhab Abu Hanifah, dan Malik )
tidak wajib melakukan ibadah haji meskipun ia mampu. Sedangkan menurut mazhab
Syafi’i jika ia haji kemudian murtad lalu masuk islam lagi sementara ia mampu
maka ia tetap tidak dikenai kewajiban haji.[4]
b) Baligh
Baligh merupakan syarat
wajib dan izza’ ( mencukupi ) bukan syarat sah. Karena itu haji tidak wajib
atas anak-anak kecil di bawah usia baligh. Sebagaimana diriwayatkan oleh nabi Muhammad SAW kalam dibebaskan dari mencatat atas anak kecil sampai ia menjadi baligh,
orang tidur sampai ia bangun, dan orang yang gila sampai ia sembuh.
c) Berakal
Orang yang tidak berakal tidak wajib haji.
d) Merdeka
Budak tidak wajib melakukan ibadah haji karena ia bertugas melakukan
kewajiban yang dibebankan oleh tuannya. Padahal menunaikan ibadah haji
memerlukan waktu. Nabi bersabda :
أَيُّمَا عَبْدٌ
حَجَّ ثُمَّ أعْتِقَ فعَلَيْهِ حَجَّةٌ أخْرَى
Seorang hamba yang berhaji kemudian dimerdekaan,maka wajib atasnya haji
sekali lagi.[5]
e) Mampu
Para ulama menafsirkan
(Istitha’ah) : Kemampuan fisik untuk perjalanan menuju Mekkah dan mengerjakan
kewajiban- kewajiban haji, memiliki cukup harta untuk keperluan makanan dan
kendaraan serta, keamanan di dalam perjalanan.
Adapun Syarat wajib haji
bagi perempuan, dalam pembahasan ini para ulama berbeda pendapat kewajiban
seorang wanita menunaikan ibadah haji harus didampingi suami atau mahramnya ? Menurut imam Malik dan imam Syafi’i tidak harus. Seorang wanita boleh
berhaji dengan teman terpercaya. Sedangakan menurut Abu Hanifah, imam Ahmad ,
dan beberapa ulama yang lain keberadaan mahram atau izinya merupakan syarat
wajib. Silang pendapat beberapa ulama ini karena adanya pertentangan antara
perintah haji dan larangan seorang wanita berpergian selama tiga hari tanpa ditemani mahramnya.
Nabi SAW bersabda :
لاَ يَحِلُّ
لإِمْرأَةٍ تُؤمِنُ بِا اللهِ و اليَومِ الآخر أنْ تُسَافِرَ إلاّ معَ ذِى محْرَمٍ
Tidak halal bagi seseorang wanita yang beriman
kepada Allah dan hari akhir untuk berpergian, kecuali bersama mahram.[6]
2. Rukun-rukun
Ibadah Haji
Rukun haji dan umrah
merupakan ketentuan-ketentuan/perbuatan-perbuatan yang wajib dikerjakan dalam
ibadah haji apabila ditinggalkan, meskipun hanya salah satunya, ibadah haji itu
tidak sah. rukun-rukun haji sebagai berikut :
a)
Ihram
Merupakan salah satu rukun haji menurut Imam
Malik,
Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbali. Sedangkan menurut mazhab Hanafi ihram hanya
salah satu syarat sah pelaksanaan haji. Adapun dalil kewajibanya adalah keumuman sabda Nabi SAW :
“ Sesungguhnya segala perbuatan tergantung pada niat. ”
b) Wukuf di Arafah
Yakni menetap
di Arafah, setelah condongnya matahari (ke arah Barat) jatuh pada hari ke-9
bulan dzulhijjah sampai terbit fajar pada hari penyembelihan kurban yakni
tanggal 10 dzulhijjah.
Para ulama berbeda pendapat mengenai wukuf orang yang tidak sadarkan diri
( al- mughma ‘alaih ) dan tidak kunjung sadar hingga keluar dari Arafah. Menurut
pendapat Malik dan Abu Hanifah bahwa wukuf orang tersebut tetap sah dan mencukupi.
Sebab wukuf tidak mengharuskan niat maupun suci. Sedangkan menurut Imam Syafi’I
menyatakan tidak sah, sebab wukuf Arafah merupakan salah satu rukun haji.[7]
c) Thawaf
Macam-macam Thawaf
- Thawaf Qudum : thawaf
yang dilaksanakan saat baru tiba di Masjidil
Haram dari negerinya (thawaf sunnah).
- Thawaf Tamattu’ : thawaf
yang dikerjakan untuk mencari keutamaan (thawaf sunnah)
- Thawaf Wada’ : thawaf
yang dilaksanakan ketika akan meninggalkan
Makkah menuju tempat tinggalnya ( wajib haji ).
- Thawaf Ifadhah (thawaf
rukun) : thawaf yang dikerjakan setelah kembali dari wukuf di Arafah. Thawaf
Ifadhah merupakan salah satu rukun dalam ibadah haji.[8]
d) Sa’i
Menurut Imam Malik dan Syafi’I hukum Sa’i ialah Rukun. Jika tidak melakukan Sa’i harus menunaikan ibadah haji lagi tahun depan. Sedangkan menurut ulama- ulama Kufah hukum Sa’i ialah wajib ( jika
ditinggalkan wajib membayar dam).[9]
e) Thallul ( mencukur rambut ).
f) Tertib.
Sunnah haji sebagai
berikut :
a) Melakukan haji
denganifrad
b) Talbiyah
c) Thawaf al- Qudum
d) Bermalam di Muzdlalifah
dan Mina ( bagi yang menganggapnya bukan
wajib ).
3. Wajib Haji
Wajib haji
adalah ketentuan-ketentuan yang wajib dikerjakan dalam ibadah haji dan umrah
tetapi jika tidak dikerjakan haji dan umrah tetap sah namun harus mambayar dam
atau denda.
Adapun Wajib-wajib haji
adalah
a. Ihram dari
miqat
Miqat zamani (batas waktu)
Adalah
bulan syawal, Dzul Qa’dah, dan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.
Para ulama terpecah dalam
tiga pendapat ;
Abu Hanifah dan Ahmad berpendapat bahwa bulan
– bulan hanya Syawal, Dzulqo’dah dan 10 hari Dzulhijjah, dengan masukan hari
nahar ( tanggal 10 Dzulhijjah) kedalamnya
Menurut Imam Syafi’i
bulan- bulan haji adalah Syawal, Dzulqo’dah, dan 9 hari pertama Dzulhijjah
tanpa masukan hari nahar kedalamnya.
Menurut Imam Malik bahwa bulan- bulan haji
adalah ketiga bulan tersebut secara sempurna yang dianut oleh Umar bin Khattab.[11]
Miqat makany (batas yang
berkaitan dengan tempat)
Untuk dimulainya niat haji bagi hak orang yang bermukim (menetap) di negeri
makkah, ialah kota makkah itu sendiri. Baik orang itu penduduk asli makkah,
atau orang perantauan. Adapun bagi orang yang tidak menetap di negeri makkah,
maka :
- Orang yang (datang) dari arah kota Madinah as-syarifah, maka miqatnya
ialah berada di (daerah)
“Dzul Hulaifah”.
- Orang yang (datang) dari
arah negeri Syam (syiria), Mesir dan Maghribi,
maka miqatnya ialah di (daerah) “Juhfah”.
- Orang yang (datang) dari
arah Thihamatil Yaman, maka miqatnya berada di
daerah “Yulamlam”.
- Orang yang (datang) dari
arah daerah dataran tinggi Hijaz dan Najd, maka
miqatnya ialah berada di bukit “Qaarn”.
- Orang yang (datang) dari
arah negeri Irak dan Khurasan, maka miqatnya
berada di desa Dzatu Irq.
b.Melempar Jumrah
Wajib haji yang ketiga adalah melempar jumrah “Aqabah”,
yang dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah, sesudah bermalam di Mudzalifah.
Jumrah sendiri artinya bata kecil atau kerikil, yaitu kerikil yang dipergunakan
untuk melempar tugu yang ada di daerah Mina. Tugu yang ada di Mina itu ada tiga
buah, yang dikenal dengan nama jamratul’Aqabah, Al-Wustha, dan ash-Shughra
(yang kecil). Ketiga tugu ini menandai tepat berdirinya ‘Ifrit (iblis) ketika
menggoda nabi Ibrahim sewaktu akan melaksanakan perintah menyembeliih putra
tersayangnya Ismail a.s. di jabal-qurban semata-mata karena mentaati perintah
Allah SWT.
Di antara ketiga
tugu tersebut maka tugu jumratul ‘Aqabah atau sering juga disebut sebagai
jumratul-kubra adalah tugu yang terbesar dan terpenting yang wajib untuk
dilempari dengan tujuh buah kerikil pada tanggal 10 Dzulhijjah.
c. Mabit di Mudzalifah
Wajib haji yang ketiga
adalah bermalam (mabit) di Mudzalifah pada malam tanggal 10 Dzulhijjah, sesudah
menjalankan wuquf di Arafah.
d.Mabit di Mina
Wajib haji keempat adalah
bermalam (mabid) di mina pada hari Tasyrik, yaitu pada tanggal 11, 12, 13
Dzulhijjah.
e.Thawaf Wada’
Thawaf Wada’ adalah thawaf
yang dilaksanakan ketika akan meninggalkan Makkah menuju tempat tinggalnya. [12]
4. Macam – Macam Haji
a)
Ifrad
adalah jika seseorang ingin
melakukan ibadah haji dari miqat dan ihram
dengan niat haji saja.
b)
Tamattu’
adalah ihram dari miqat dengan niat umrah saja kemudian
melakukan haji pada tahun yang bersamaan.
c)
Qiran
adalah jika seseorang berihram dari
miqat deengan niat haji dan umrah sekaligus, dan dalam talbiyah mengucapkan : labbaka bi hajj wal umrah.[13]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
·
Haji berarti menyengaja menuju ke Ka’bah Baitullah untuk menunaikan
aktifitas tertentu pada waktu tertentu.semata-mata mencari ridho
Allah.
·
Syarat-Syarat Melakukan Haji
a)
Islam
b)
Baligh (dewasa)
c)
Aqil (berakal
sehat)
d)
Merdeka
e)
Mampu
(Istitha’ah)
·
Rukun-rukun Ibadah Haji
a)
Ihram
b)
Wukuf di arafah
c)
Thawaf
d)
Sa’i
e)
Bercukur
f)
Tertib
·
Wajib Haji
a)
Ihram
b)
Mabit di Muzdhalifah
c)
Mabit di Mina
d) Melontar Jumrah
e)
Thawaf
Wada’
·
Macam – Macam Haji
a)
Ifrad
b)
Tamattu’
c)
Qiran
DAFTAR PUSTAKA
Ulfah, Isnatin. Fiqih Ibadah Menurut Al-Qur’an, Sunnah dan Tinjauan Berbagai Mazhab. Ponorogo: STAIN PO PRESS, 2009.
Azzam, Abdul Aziz Muhammad. Fiqih Ibadah, Jakarta: Sinar
Grafika Offset, 2002.
Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Jakarta Timur: Akbar Media, 2013.
Mulyaningsih, Indrya. Haji dan Umrah.
Google.com, http://jungpasir27.blogspot.com/2013/10/makalah-mata-kuliah-fiqih-tentang-haji.html, diakses
tanggal 8 desember 2014.
Bukhori,
Muhammad. makalah haji, Google.com, http://madaniannida-kumpulanmakalahpaihaji.blogspot.com/2011/02/.html, diakses tanggal 8 desember 2014.
[1]IsnatinUlfah, FiqihIbadah: Menurut Al-Qur’an, Sunnah dan Tinjauan Berbagai Mazhab(
Ponorogo: STAIN PO PRESS, 2009), 188.
[2]Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Ibadah,( Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2002 ), 481.
[3]Ibid,
483.
[4]Ibid, 49
[5]IsnatinUlfah, FiqihIbadah, 193.
[7]Abdul Aziz Muhammad Azzam, FiqihIbadah, hal 511.
[8]Indrya
Mulyaningsih, Haji dan Umrah, Google.com, http://jungpasir27.blogspot.com/2013/10/makalah-mata-kuliah-fiqih-tentang-haji.html,
diakses tanggal 8 desember 2014.
[9] La Tahzan, makalah haji, Google.com, http://madaniannida-kumpulanmakalahpaihaji.blogspot.com/2011/02/.html,
diakses tanggal 8 desember 2014.
[10]Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah, hal 193.