Rabu, 16 November 2016

AHAMMUL WAL AL-ADA’ HADITST ( تحمل والأداء الحديث )

PEMBAHASAN
1.      PENGERTIAN TAHAMMUL WAL AL-ADA’ HADITS ( تحمل والأداء الحديث )
     Tahammul (تحمل) Menurut bahasa tahammul berasal dari kata (mashdar) yaitu حَمَّلَ يَتَحَمَّلُ تَحَمُّلاً yang berarti yang berarti menanggung , membawa, atau biasa diterjemahkan dengan menerima.[1] Sedangkan tahammul al-hadits menurut istilah ulama ahli hadits.
  التحمل:بيان طرق أخذه و تلقّيه عن الشيوخ
Sedangkan menurut istilah yaitu mengambil atau menerima sebuah hadits dari seorang syeikh/Guru.[2]
             Al-Ada (الأداء) secara bahasa adalah masdar dari أَدَّى-يُؤَدٍّى- أَدَاءً berarti sampai atau melaksanakan. Secara terminologi Al-Ada‘ berarti sebuah proses mengajarkan (meriwayatkan) hadits dari seorang syeikh.[3]

2.      SYARAT- SYARAT PERAWI DALAM TAHAMMUL HADIST

a.         Islam
Beragama Islam dan bukan merupakan orang fasik. Allah SAW berfirman :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä bÎ) óOä.uä!%y` 7,Å$sù :*t6t^Î/ (#þqãY¨t6tGsù br& (#qç7ŠÅÁè? $JBöqs% 7's#»ygpg¿2 (#qßsÎ6óÁçGsù 4n?tã $tB óOçFù=yèsù tûüÏBÏ»tR ÇÏÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6).
b.        Baligh
yang diaksud baligh disini adalah adanya akal sehat disertai dengan usia yang memungkinkannya bermimpi basah. Oleh kerena adanya sebagian ulama’ muta’akhkhirin yang mensyaratkan baligh dan berakal sehat. Sedangkan ulama mutaqaddimin mencukupkan diri dengan menyebut syarat berakal. Kerena umumnya tidak dijumpai kemampuan menangkap pembicaraan dan berakal sehat.[4]

c.         Sifat adil
senantiasa bertakwa dan memelihara harga diri, sehingga jiwa kita akan percaya akan kejujurannya. Menjahui dosa besar dan sebagian dosa kecil, serta menjauhi perkara-perkara mubah yang dinilai mengurangi harga diri.

d.        Dhabt
seorang perawi harus benar-benar hafal bila ia meriwayatkan dari hafalannya, dan mamahami tulisannya dariadanya perubahan, penggantian, atau pengurangan bila ia meriwayatkan dari tulisannya.

3.      METODE – METODE  TAHAMMUL WAK AL- ADA’ HADITS
Metode Tahammul Hadits Ada 8 ( طرق تحمل الحديث ثمانية)
a.     As-Sima (   من لفظ الشيخ السماع , mendengar).
yaitu seorang Sheikh/guru membaca hadits baik dari hafalan ataupun dari kitabnya sedang murid yang mendengarkannya dan menulis apa yang disampaikan oleh Syaikh/Guru baik majlis itu untuk imla’ ataupun untuk yang lain. Metode tahammul ini merupakan tingkat pertama dalam urutan tahammul hadits. Inilah pendapat jumhur Ulama. Contoh Shigat Al- Ada:   سمِعْتُ حدَّثني\حدّثنا، أخْبَرَنا.  [5]
b.      Al-Qira’ah Ala asy-Syeikh ( القراءة على الشيخ, membaca di hadapan guru).
Seorang murid membaca hadis dan guru mendengarkannya. Baik seorang murid itu membacanya sendiri atau orang lain yang membaca dan dia mendengarkan, baik membacanya dari tulisan ataupun dari hafalan. Begitu juga guru itu mengikuti bacaan murid dari hafalannya atau dia memegang sebuah kitab atau orang lain yang tsiqah. Meriwayatkan hadis dengan metode ini adalah shahih dan bisa diterima. Ulama berbeda pendapat tentang tingkatan metode ini dalam tiga pendapat:
1.  Sama dengan as-Sama’ (metode pertama). Ini pendapat Malik, al-Bukhari, Yahya bin Said al-Qahthan, Ibnu Uyainah, az-Zuhri, kebanyakan Ulama Hijaz dan Kufah
2.  Di bawah as-Sama’, Ini adalah pendapat Jumhur Khurasan, as-Syafi’i, Muslim bin Hajjaj, Yahya bin Yahya at-Tamimi. Ini adalah pendapat yang shahih.
3.  Lebih tinggi daripada as-Sama’. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, dan salah satu pendapat Malik. Imam Malik memberikan alasan bahwa, jika saja seorang guru salah atau lupa dalam menyampaikan suatu hadits, maka murid tidak bisa membetulkannya. Ada kalanya memang murid tersebut belum mengetahui haditsnya, atau karena keagungan gurunya, jadi murid enggan untuk mengoreksi. Berbeda jika murid membacakan hadits di depan gurunya, maka gurunya akan bisa tahu jika murid lupa atau salah dalam membaca hadist.[6]
Contoh Shigat Al- Ada: قرأت على فلان/قرئ عليه وأنا أسمع فأقرَّ به/حدثنا قراء عليه.
c. Al-Ijazah (  الإجازة, sertifikasi atau rekomendasi).
pemberian izin dari Syeikh/guru dalam bentuk tulisan, baik murid ada atau tidak ada di depan guru baik dalam tulisan maupun hanya lafadz saja kepada seseorang untuk menyampaikan hadis atau kitab berdasarkan otoritas Ulama yang memberikan izin.
Contoh Shigat Al- Ada: أجاز لي فلان / أخبرنا إجازة / أنبأنا.
d. Al-Munawalah (  المناولة )
Maksudnya, seorang ahli hadits memberikan sebuah hadits, beberapa hadits atau sebuah kitab kepada muridnya agar sang murid meriwayatkannya darinya. Al-Munawalah terbagi menjadi dua:
Al-Munawalah disertai dengan Ijazah.
Inilah bentuk Ijazah tertinggi, dimana seorang guru memberikan kitab kepada muridnya disertai izin untuk meriwayatkannya. Sebagaimana guru berkata kepada muridnya, Kitab ini saya meriwayatkannya dari guru saya, maka sekarang riawayatkanlah dari saya. Setelah itu, kitab menjadi milik murid atau guru hanya meminjamkan saja kitabnya untuk disalin.
Al-Munawalah tidak disertai dengan ijazah.
            Bentuknya adalah seorang guru memberikan kitab kepada muridnya. Hukum meriwayatkan hadits dengan al-Munawalah yang tidak disertai ijazah ini adalah tidak diterima, menurut pendapat yang shahih. Sedangkan al-munawalah yang disertai ijazah adalah diterima, dia berada dibawah as-Sama’ dan al-Qira’ah ala as-Syeikh.[7]
Contoh Shighat Al- ada’:
Lebih baik menggunakan lafadz: ناولني,jika munawalah disertai dengan ijazah, maka dengan lafadz ناولني وأجاز لي. Boleh juga dengan lafadz: حدثنا أخبرنا مناولة وإجازة.
e. Al-Kitabah (  الكاتبة  )
Yaitu seorang guru menulis dengan tangannya sendiri atau meminta orang lain menulis darinya sebagian haditsnya untuk seorang murid yang ada dihadapannya atau murid yang berada di tempat lain lalu guru itu mengirimkannya kepada sang murid bersama orang yang bisa dipercaya. Mukatabah ini memiliki dua bagian :
Pertama, disertai dengan ijazah. Misalnya guru menulis beberapa hadits untuk sang murid seraya memberikannya ijazah kepadanya.
Kedua, tanpa disertai dengan ijazah. Ada sekelompok ulama’ yang melarang meriwayatkan darinya.
Contoh Shighat Al- ada’: كتب إلي فلان / حدثني فلان كتابة / أخبرني كتابة.[8]
f. I’lam asy-Syeikh (   إعلام الشيخ   )
tindakan seorang guru yang memberitahukan kepada muridnya bahwa kitab atau hadis ini adalah riwayat darinya atau dari yang dia dengar, tanpa disertai dengan pemberian ijazah untuk menyampaikannya atau kebolehan meriwayatkannya. Atau jika seorang murid berkata kepada gurunya “Ini adalah hadis riwayatmu, bolehkah saya menyampaikannya?” lalu syaikh menjawab ya atau hanya diam saja.[9]
Contoh Shighat Al- ada’: أعلمني شيخي بكذا
g. Al-Washiyyah (الوصية )
Yaitu seorang guru berwasiat, sebelum bepergian jauh atau sebelum meninggal, agar kitab riwayatnya diberikan kepada seseorang untuk meriwayatkan darinya. Bentuk ini merupakan bentuk tahammul yang amat langka. Sebagian mereka yang memperbolehkan periwayatan tahammul dengan metode wasiat memberikan alasan, bahwa memberikan kitab-kitab kepada yang diwasiati mengandung satu jenis ijin dan hampir sama dengan ‘ardh dan munawalah, bahkan dekat dengan jenis I’lam.[10]
Metode ini merupakan metode tahammul  yang paling lemah. Yang diberi wasiat tidak diperbolehkan meriwayatkan dari yang mewasiatkan, menurut mayoritas ulama’.
Contoh Shighat Al- ada’: أوصى إلي فلان بكذا / حدثني فلان وصية.
h. Al-Wijadah (penemuan)  (الوجادة ).
seorang rawi menemukan hadist yang ditulis oleh seseorang yang tidak satu periode, atau  satu periode namun tidak pernah bertemu, atau pernah bertemu namun ia tidak mendengar langsung hadits tersebut dari penulisnya.Contoh Shighat Al- ada’: وجدت بخط فلان / قرأت بخط فلان.[11]



















KESIMPULAN
Telah dijelaskan dari pengertian Tahammul (تحمل) yang berarti menanggung, membawa, atau biasa diterjemahkan dengan menerima. Sedangkan menurut istilah yaitu mengambil atau menerima sebuah hadits dari seorang syeikh.
             Al-Ada ( أداء ) berarti sampai/melaksanakan. Secara terminologi Al-Ada‘ berarti sebuah proses mengajarkan (meriwayatkan) hadits dari seorang syeikh.
Syarat-syarat perawi dalam tahammul hadits yaitu:
1.        Islam
2.        Baligh
3.        Sifat adil
4.        Dhabt
Metode- metode yang digunakan dalam tahamul hadist yaitu:
1.                As-Sima (  السماع , mendengar).
2.                Al-Qira’ah Ala asy-Syeikh القراءة على الشيخ).
3.                Al-Ijazah (  الإجازة, sertifikasi atau rekomendasi).
4.                Al-Munawalah (  المناولة )
5.                Al-Mukatabah (  المكاتبة  )
6.                I’lam asy-Syeikh (   إعلام الشيخ   )
7.                 Al-Washiyyah (الوصية    )
8.                 Al-Wijadah (penemuan)  (الوجادة   )








DAFTAR PUSTAKA


At- Thohan, Mahmud. Taisir Mushtholah Hadist, Riyadh : Maktabatul ma’arif li AN-Nasr wa At- Tauzi’,1425 H.



Zein, Muhammad Ma’shum. Ulumul Hadist & Mushthalah Hadist, Jombang: Darul Hikmah, 2008.




[1] Kamus al-Munjid fi al-lughot wa al-a’lam, Beirut ,155.
[2] Mahmud At- Thohan, ‘’ Taisir Mushtholah Hadist ‘’ ( Riyadh : Maktabatul ma’arif li AN-Nasr wa At- Tauzi’,1425 ), 194.
[4]Muhammad Ma’shum Zein, “ Ulumul Hadist & Mushthalah Hadist “ ( Jombang: Darul Hikmah, 2008 ), 212.

[5] Mahmud At-Thohan, ‘’ Taisir Mushtholah Hadist ‘’ ,196.
[7] Ibid.
[8] Mahmud At- Thohan, ‘’ Taisir Mushtholah Hadist ‘’ ,201.
[11] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar