PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN
TAHAMMUL WAL AL-ADA’ HADITS ( تحمل
والأداء الحديث )
Tahammul (تحمل)
Menurut bahasa tahammul berasal dari
kata (mashdar) yaitu حَمَّلَ
يَتَحَمَّلُ تَحَمُّلاً yang
berarti yang berarti menanggung , membawa, atau biasa diterjemahkan dengan
menerima.[1] Sedangkan
tahammul al-hadits menurut istilah ulama ahli hadits.
التحمل:بيان طرق أخذه و
تلقّيه عن الشيوخ
Sedangkan
menurut istilah yaitu mengambil atau menerima sebuah hadits dari seorang
syeikh/Guru.[2]
Al-Ada (الأداء)
secara bahasa adalah masdar dari أَدَّى-يُؤَدٍّى-
أَدَاءً
berarti sampai atau melaksanakan.
Secara terminologi Al-Ada‘ berarti sebuah proses mengajarkan (meriwayatkan)
hadits dari seorang syeikh.[3]
2. SYARAT- SYARAT PERAWI DALAM TAHAMMUL HADIST
a.
Islam
Beragama Islam dan bukan merupakan orang fasik. Allah
SAW berfirman :
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä bÎ) óOä.uä!%y` 7,Å$sù :*t6t^Î/ (#þqãY¨t6tGsù br& (#qç7ÅÁè? $JBöqs% 7's#»ygpg¿2 (#qßsÎ6óÁçGsù 4n?tã $tB óOçFù=yèsù tûüÏBÏ»tR ÇÏÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan
kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6).
b.
Baligh
yang
diaksud baligh disini adalah adanya akal sehat disertai dengan usia yang
memungkinkannya bermimpi basah. Oleh kerena adanya sebagian ulama’
muta’akhkhirin yang mensyaratkan baligh dan berakal sehat. Sedangkan ulama
mutaqaddimin mencukupkan diri dengan menyebut syarat berakal. Kerena umumnya
tidak dijumpai kemampuan menangkap pembicaraan dan berakal sehat.[4]
c.
Sifat adil
senantiasa
bertakwa dan memelihara harga diri, sehingga jiwa kita akan percaya akan
kejujurannya. Menjahui dosa besar dan sebagian dosa kecil, serta menjauhi
perkara-perkara mubah yang dinilai mengurangi harga diri.
d.
Dhabt
seorang
perawi harus benar-benar hafal bila ia meriwayatkan dari hafalannya, dan
mamahami tulisannya dariadanya perubahan, penggantian, atau pengurangan bila ia
meriwayatkan dari tulisannya.
3.
METODE
– METODE TAHAMMUL WAK AL- ADA’ HADITS
Metode Tahammul
Hadits Ada 8 ( طرق تحمل الحديث ثمانية)
a.
As-Sima
( من لفظ الشيخ السماع
, mendengar).
yaitu
seorang Sheikh/guru membaca hadits baik dari hafalan ataupun dari kitabnya
sedang murid yang mendengarkannya dan menulis apa yang disampaikan oleh
Syaikh/Guru baik majlis itu untuk imla’ ataupun untuk yang lain. Metode tahammul
ini merupakan tingkat pertama dalam urutan tahammul hadits. Inilah pendapat
jumhur Ulama. Contoh Shigat Al- Ada: سمِعْتُ
حدَّثني\حدّثنا، أخْبَرَنا. [5]
b.
Al-Qira’ah
Ala asy-Syeikh ( القراءة على الشيخ,
membaca di hadapan guru).
Seorang
murid membaca hadis dan guru mendengarkannya. Baik seorang murid itu membacanya
sendiri atau orang lain yang membaca dan dia mendengarkan, baik membacanya dari
tulisan ataupun dari hafalan. Begitu juga guru itu mengikuti bacaan murid dari
hafalannya atau dia memegang sebuah kitab atau orang lain yang tsiqah. Meriwayatkan
hadis dengan metode ini adalah shahih dan bisa diterima. Ulama berbeda
pendapat tentang tingkatan metode ini dalam tiga pendapat:
1. Sama dengan as-Sama’
(metode pertama). Ini pendapat Malik, al-Bukhari, Yahya bin Said al-Qahthan,
Ibnu Uyainah, az-Zuhri, kebanyakan Ulama Hijaz dan Kufah
2. Di bawah as-Sama’, Ini
adalah pendapat Jumhur Khurasan, as-Syafi’i, Muslim bin Hajjaj, Yahya bin Yahya
at-Tamimi. Ini adalah pendapat yang shahih.
3. Lebih tinggi daripada
as-Sama’. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, dan salah satu pendapat Malik. Imam
Malik memberikan alasan bahwa, jika saja seorang guru salah atau lupa dalam
menyampaikan suatu hadits, maka murid tidak bisa membetulkannya. Ada kalanya
memang murid tersebut belum mengetahui haditsnya, atau karena keagungan
gurunya, jadi murid enggan untuk mengoreksi. Berbeda jika murid membacakan
hadits di depan gurunya, maka gurunya akan bisa tahu jika murid lupa atau salah
dalam membaca hadist.[6]
Contoh Shigat Al- Ada: قرأت
على فلان/قرئ
عليه وأنا أسمع فأقرَّ به/حدثنا قراء عليه.
c. Al-Ijazah ( الإجازة,
sertifikasi atau rekomendasi).
pemberian
izin dari Syeikh/guru dalam bentuk tulisan, baik murid ada atau tidak ada di
depan guru baik dalam tulisan maupun hanya lafadz saja kepada seseorang untuk
menyampaikan hadis atau kitab berdasarkan otoritas Ulama yang memberikan izin.
Contoh Shigat Al-
Ada: أجاز لي فلان / أخبرنا إجازة / أنبأنا.
d. Al-Munawalah
( المناولة
)
Maksudnya,
seorang ahli hadits memberikan sebuah hadits, beberapa hadits atau sebuah kitab
kepada muridnya agar sang murid meriwayatkannya darinya. Al-Munawalah terbagi
menjadi dua:
Al-Munawalah
disertai dengan Ijazah.
Inilah
bentuk Ijazah tertinggi, dimana seorang guru memberikan kitab kepada muridnya
disertai izin untuk meriwayatkannya. Sebagaimana guru berkata kepada muridnya,
Kitab ini saya meriwayatkannya dari guru saya, maka sekarang riawayatkanlah
dari saya. Setelah itu, kitab menjadi milik murid atau guru hanya meminjamkan
saja kitabnya untuk disalin.
Al-Munawalah
tidak disertai dengan ijazah.
Bentuknya adalah seorang guru
memberikan kitab kepada muridnya. Hukum meriwayatkan hadits dengan al-Munawalah
yang tidak disertai ijazah ini adalah tidak diterima, menurut pendapat yang
shahih. Sedangkan al-munawalah yang disertai ijazah adalah diterima, dia berada
dibawah as-Sama’ dan al-Qira’ah ala as-Syeikh.[7]
Contoh
Shighat Al- ada’:
Lebih
baik menggunakan lafadz: ناولني,jika
munawalah disertai dengan ijazah, maka dengan lafadz ناولني
وأجاز لي. Boleh juga dengan lafadz: حدثنا
أخبرنا مناولة وإجازة.
e. Al-Kitabah
( الكاتبة )
Yaitu
seorang guru menulis dengan tangannya sendiri atau meminta orang lain menulis
darinya sebagian haditsnya untuk seorang murid yang ada dihadapannya atau murid
yang berada di tempat lain lalu guru itu mengirimkannya kepada sang murid
bersama orang yang bisa dipercaya. Mukatabah ini memiliki dua bagian :
Pertama,
disertai dengan ijazah. Misalnya guru menulis beberapa hadits untuk sang murid
seraya memberikannya ijazah kepadanya.
Kedua, tanpa
disertai dengan ijazah. Ada sekelompok ulama’ yang melarang meriwayatkan
darinya.
f.
I’lam asy-Syeikh ( إعلام
الشيخ )
tindakan
seorang guru yang memberitahukan kepada muridnya bahwa kitab atau hadis ini
adalah riwayat darinya atau dari yang dia dengar, tanpa disertai dengan
pemberian ijazah untuk menyampaikannya atau kebolehan meriwayatkannya. Atau
jika seorang murid berkata kepada gurunya “Ini adalah hadis riwayatmu, bolehkah
saya menyampaikannya?” lalu syaikh menjawab ya atau hanya diam saja.[9]
Contoh Shighat Al-
ada’: أعلمني شيخي بكذا
g.
Al-Washiyyah (الوصية
)
Yaitu
seorang guru berwasiat, sebelum bepergian jauh atau sebelum meninggal, agar
kitab riwayatnya diberikan kepada seseorang untuk meriwayatkan darinya. Bentuk
ini merupakan bentuk tahammul yang amat langka. Sebagian mereka yang
memperbolehkan periwayatan tahammul dengan metode wasiat memberikan alasan,
bahwa memberikan kitab-kitab kepada yang diwasiati mengandung satu jenis ijin
dan hampir sama dengan ‘ardh dan munawalah, bahkan dekat dengan jenis I’lam.[10]
Metode
ini merupakan metode tahammul yang
paling lemah. Yang diberi wasiat tidak diperbolehkan meriwayatkan dari yang
mewasiatkan, menurut mayoritas ulama’.
Contoh Shighat Al-
ada’: أوصى
إلي فلان بكذا / حدثني فلان وصية.
h. Al-Wijadah
(penemuan) (الوجادة
).
seorang
rawi menemukan hadist yang ditulis oleh seseorang yang tidak satu periode,
atau satu periode namun tidak pernah
bertemu, atau pernah bertemu namun ia tidak mendengar langsung hadits tersebut
dari penulisnya.Contoh Shighat Al- ada’: وجدت
بخط فلان
/ قرأت بخط فلان.[11]
KESIMPULAN
Telah dijelaskan dari pengertian Tahammul
(تحمل)
yang berarti menanggung, membawa, atau biasa
diterjemahkan dengan menerima. Sedangkan menurut istilah yaitu mengambil atau
menerima sebuah hadits dari seorang syeikh.
Al-Ada ( أداء ) berarti sampai/melaksanakan. Secara terminologi
Al-Ada‘ berarti sebuah proses mengajarkan (meriwayatkan) hadits dari seorang
syeikh.
Syarat-syarat perawi dalam tahammul hadits yaitu:
1.
Islam
2.
Baligh
3.
Sifat adil
4.
Dhabt
Metode- metode yang digunakan dalam tahamul hadist yaitu:
3.
Al-Ijazah ( الإجازة, sertifikasi atau rekomendasi).
4.
Al-Munawalah ( المناولة )
6.
I’lam asy-Syeikh ( إعلام الشيخ )
8.
Al-Wijadah (penemuan) (الوجادة )
DAFTAR PUSTAKA
At- Thohan, Mahmud. Taisir Mushtholah
Hadist, Riyadh : Maktabatul ma’arif li AN-Nasr wa At- Tauzi’,1425 H.
http://ainuly90.blogspot.com/2012/04/8-shigat-tahammul-ada-al-hadits-dan.html, diakses tanggal 1 Mei 2015.
http://marhalah-marhalah.blogspot.com/2010/01/tahammulul-haditscara-menerima-dan.html. diakses tanggal 1 Mei 2015.
Zein, Muhammad Ma’shum. Ulumul Hadist &
Mushthalah Hadist, Jombang: Darul Hikmah, 2008.
[1] Kamus al-Munjid fi al-lughot wa al-a’lam, Beirut ,155.
[2] Mahmud At- Thohan, ‘’ Taisir Mushtholah Hadist ‘’ ( Riyadh :
Maktabatul ma’arif li AN-Nasr wa At- Tauzi’,1425 ), 194.
[3] http://marhalah-marhalah.blogspot.com/2010/01/tahammulul-haditscara-menerima-dan.html,
diakses tanggal 1 Mei 2015.
[4]Muhammad Ma’shum Zein, “ Ulumul Hadist & Mushthalah Hadist
“ ( Jombang: Darul Hikmah, 2008 ), 212.
[5] Mahmud At-Thohan, ‘’ Taisir Mushtholah Hadist ‘’ ,196.
[6] http://ainuly90.blogspot.com/2012/04/8-shigat-tahammul-ada-al-hadits-dan.html,
diakses tanggal 1 Mei 2015.
[7] Ibid.
[8] Mahmud At- Thohan, ‘’ Taisir Mushtholah Hadist ‘’ ,201.
[9] http://ainuly90.blogspot.com/2012/04/8-shigat-tahammul-ada-al-hadits-dan.html,
diakses tanggal 1 Mei 2015.
[10] http://marhalah-marhalah.blogspot.com/2010/01/tahammulul-haditscara-menerima-dan.html,
diakses tanggal 1 Mei 2015.
[11] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar